Said Hawwa adalah sosok ulama yang cukup vokal dalam menyuarakan kebenaran (al-Islam). Ulama yang hidup di Mesir ini telah banyak menghasilkan tulisan-tulisan keislaman yang sangat berkualitas dan dibutuhkan ummat. Pemikiran-pemikirannya senantiasa merujuk pada al-Qur’an dan as-Sunnah. Namun, pemikiran-pemikirannya tidak lepas dari kontroversi dan kritikan (protes) dari mereka yang merasa berat untuk melaksanakan Islam secara total (kaffah) sebagaimana yang selalu ’diteriakkan’ oleh beliau.
Islam adalah agama para rasul dan nabi seluruhnya. Dari semenjak Nabi Adam hingga risalah Nabi Muhammad SAW, yang menjadi pamungkas risalah-risalah Allah. Islam inilah yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk dipeluk umat Islam sehingga urusan mereka menjadi baik, di dunia dan di akherat. Disini dipaparkan bahwa:
1. Islam adalah akidah yang tercerminkan dengan dua syahadat dan rukun-rukun iman
2. Islam adalah ibadah yang tercerminakan dengan shalat, zakat, puasa dan haji.
Kedua hal di atas merpakan rukun-rukun islam yang menjadi pondasi
3. Ada bangunan Islam yang berdiri di atas rukun-rukun ini. Yang tercerminkan dengan manhaj kehidupan dalam islam, yaitu manhaj politik, ekonomi, militter, akhlak, social, pendidikan dan seterusnya.
4. Islam mempunyai dukungan-dukungan yang merupakan jalan berdirinya yang tercerminkan dalam jihad, amar ma’ruf dan nahi munkar. Dan dukungan-dukungan ini selain dukungan rabbaniyah yang tercerminkan dalam sanksi fitrah, sanksi ilahi di dunia dan tercerminkan dalam syurga dan neraka di akhirat.
Antitesis Islam adalah kejahiliyahan. Tak ada sesuatupun bagian dari islam yang tidak memiliki antitesis. Hal itu merupakan jejak dari keterbatasan ilmu manusia, yang dikuasai hawa nafsu dan syahwatnya, sehingga ia melihat sesuatu ayng indah menjadi buruk dan yang buruk menjadi indah.
Islam adalah kesempurnaan secara total, sedangkan kejahiliyahan adalah kekurangan secara total.
Selama ia berakidah dengan seluruh islam, berarti dia muslim, selama ia mengikuti perbuatan buruk dengan tobat, maka ia akan mengarah kepada kebaikan. Sedangkan jika seseorang terus menjaslankan keburukan , maka ia kan menjadi orang fasik, namun ia tetap muslim. Seharusnya seorang muslim meninggalkan akhlak jahiliyah secara keseluruhan dan berperilaku dengan islam secara keseluruhan. Hal ini agar umat islam menjadi penampilan yang sempurna bagi system islami dan berusaha mengenyahkan system jahiliyah di dunia. Bukannya islam yang menjadi penyerang dan penghancur system jahiliyah, malah sebaliknya Islamlah yang menjadi yang diserang dan berusaha dilenyapkan oleh system jahiliyah. Alangkah banyaknya penyebar ajaran jahiliyah di tanah islma ini dan banyak juga kaum muslimin yang memenuhi ajakan itu, baik gerakan misionaris, komunis, filsafat liberalis, partai-partai politiknon islami, menjadi kaki tangan orang kafir dengan nama kemajuan dan memerangi kemunduran dan slogan-slogan semacam itu.
Keberhasilan mereka dibantu oleh kebodohan kaum muslimin dan berpindahnya kekuasaan politik kepada penjajah, pada pertama kali , kemudian ke tangan orang yang memberikan loyalitas pemikiran atau politik atau keduanya kepada para penjajah itu. Oleh akrena itu jadilah peperangan jahiliyah yang terprogram yang menggunakan perangkat propaganda yang canggih sehingga islam menjadi agama yang asing.
Dalam buku Al-Islam dituliskan secra lengkap lima bab berikut:
1. Rukun-rukun Islam
2. Sistem ( Manhaj ) social dan akhlak Islam
3. Negara, Unsur-unsurnya, politiknya dan perangkatnya
4. Kebijakan –kebijakan umum
5. Faktor penguat Islam
Dengan membaca buku ini, seorang mukallaf bias mengetahui bagaimana seorang individu muslim yang benar-benar muslim dan mengetahui bagaimana membuat perilakunya dalam kehidupan selurhnya menjadi islami. Ia mengetahui konsekuaensi perilaku ini, tahu penyimpangan yang diakibatnya dan setelah itu mengetahui beban hokum yang dibebankan oleh Allah SWT kepada hamba-hambaNya.
SEBAGAI TAMBAHAN…
Dalam bukunya yang berjudul “Min Ajli Khuthwatin ila al-Amam’ala Thariqi al-Jihad al-Mubarak”, Sa’id Hawwa mengungkapkan ketentuan-ketentuan dalam Islam yang bersifat badihi (prinsipil), yaitu merupakan ketentuan yang sudah jelas nash-nya dan tidak diragukan lagi kebenarannya. Dan semua ummat Islam wajib menerima ketentuan atau konsepsi dalam Islam yang bersifat badihi tersebut. Menurut Sa’id Hawwa, ada sepuluh ketentuan yang bersifat badihi (prinsipil). Berikut ini ke-sepuluh prinsip tersebut yang diringkas dari buku “10 Aksioma tentang Islam” – terjemahan dari buku “Min Ajli Khuthwatin ila al-Amam’ala Thariqi al-Jihad al-Mubarak”.
Prinsip Pertama
Islam adalah satu-satunya sistem hidup yang dibebankan pada seluruh ummat manusia, di barat atau di timur, di utara atau di selatan, berkulit kuning, merah, putih atau hitam. Allah swt telah mengumumkan bahwa Dia tidak akan menerima sistem hidup (ad-Dien) selain Islam dengan firman-Nya:
”Sesungguhnya dien (sistem hidup) yang diridhai di sisi Allah ialah Islam.”(Qs.Ali Imran:19)
“Barangsiapa yang mencari dien (sistem hidup) selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima (dien itu) darinya.” (Qs.Ali Imran:85)
Yang dimaksud dengan Islam adalah risalah yang diturunkan Allah swt melalui Nabi Muhammad saw. Risalah ini merupakan penutup seluruh risalah Allah swt, dan demikian risalah atau agama yang diturunkan Allah sebelumnya melalui para Nabi-Nya yang terdahulu tidak berlaku lagi. Karena itu seluruh manusia diwajibkan untuk memeluk Islam sampai Hari Kiamat. Barangsiapa yang tidak mengimani Islam, sedangkan seruan Islam telah sampai kepadanya, maka ia dianggap sebagai ahli neraka.
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak mendengar seseorang tentangku dari ummat ini, apakah ia Yahudi atau Nasrani, kemudian ia tidak beriman dengan apa yang diutus kepadaku melainkan ia akan tergolong dari ahli neraka.” (HR.Muslim)
Prinsip Kedua
Islam adalah satu-satunya jawaban yang benar dan bersih terhadap semua persoalan manusia. Ia mencakup seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi keyakinan, ibadat, syari’at dan syi’ar-syi’ar. Islam merupakan neraca dan satu-satunya tolok ukur untuk semua sisi kehidupan manusia. Dari Islamlah terefleksinya petunjuk yang benar dan lurus serta selamat dalam segala hal.
“Dan Kami turunkan kepadamu (Muhammad) Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (Qs.an-Nahl:89)
Al-Qur’an menerangkan segala persoalan, apakah melalui nash-nashnya atau melalui kesimpulan-kesimpulan yang tepat tentang nash-nash tersebut berdasarkan hadits, qiyas, ijma’ ulama, istihsan, istishab, istislah, ’urf, hukum-hukum yang diakui oleh akal, syara’ atau hukum adat menurut batas-batas yang dibenarkan oleh nash tersebut.
Prinsip Ketiga
Bila seseorang masuk Islam, berarti ia telah menyerah secara mutlak kepada Allah swt dalam semua persoalan yang mencakup semua aspek kehidupan, termasuk yang berhubungan dengan jiwa, akal, hati, ruh, perasaan, emosi, perbuatan, pemikiran, kepercayaan dan peribadatan. Termasuk dalam hal konstitusi dan undang-undang kehakiman. Di samping itu Islam berarti penolakan total terhadap seluruh bentuk penyekutuan dengan selain Allah. Allah swt berfirman:
“….Barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus….” (Qs.al-Baqarah:256)
Prinsip Keempat
Dalam Islam pemikiran eksperimental merupakan salah satu fenomena proses pembentukan pribadi Muslim atau karakteristik Islam. Oleh karena itu segala sesuatu yang telah dicapai oleh akal yang sehat dan melalui proses percobaan adalah sesuatu yang dapat diterima dari sudut pandangan Islam dan diberi jaminan kepercayaan terhadap kesahannya. Rasulullah pernah bersabda:
“Hikmah (ilmu pengetahuan) itu merupakan hak orang Mu’min. Maka di mana saja ia jumpai, ia lebih berhak terhadapnya.”
Namun jika pemikiran-pemikiran eksperimental itu sudah tidak murni lagi, telah diwarnai oleh sistem hidup yang tidak Islami, maka kita berkewajiban untuk membersihkannya terlebih dahulu, dan mewarnainya dengan nilai-nilai Islam yang bersih, sebelum kita menggunakannya.
Prinsip Kelima
Islam adalah satu sistem yang sempurna dan lengkap, karena ia mencakup seluruh sistem politik, sosial, ekonomi dan moral. Oleh karena itu mengabaikan atau melupakan sebagian dari sistem Islam berarti menghalangi perjalanan seluruh sistem itu sendiri. Begitu juga menegakkan politik yang tidak berdasarkan pada pilar-pilar Islam merupakan satu kendala dan sekaligus tantangan terhadap Islam.
Seluruh sektor kehidupan kaum Muslimin harus selalu berlandaskan pada nilai-nilai dan syari’at Islam, ekonominya, politiknya, sosialnya, pendidikannya, militernya dan sektor-sektor lainnya. Tidak dibenarkan melaksanakan Islam secara parsial (tentunya selama kondisi dan kemampuan memungkinkannya).
“Apakah patut kamu beriman kepada sebagian al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Maka tidak ada balasan bagi yang berbuat demikian dari kamu, kecuali kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada Hari Kiamat mereka akan dikembalikan kepada siksa yang amat berat. Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu perbuat.” (Qs.al-Baqarah:85)
“Barangsiapa yang tidak menghukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” (Qs.al-Maidah:44)
Prinsip Keenam
Seluruh kaum Muslimin dibebani kewajiban menegakkan kalimatullah agar Islam menjadi satu-satunya Dien yang tegak di bumi ini. Allah berfirman:
“Dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah dan kalimatullah itulah yang tinggi.” (Qs.at-Taubah:40)
“Barangsiapa yang berperang untuk menjadikan kalimatullah yang tertinggi sekali, maka ia berjuang di jalan Allah.” (al-Hadits)
Salah satu tujuan Allah mengutus Rasul-Nya adalah agar Islam sebagai dienullah menang terhadap dien-dien (sistem hidup) lainnya. Karena itu semua pengikut Muhammad berkewajiban untuk mewujudkan kemenangan Islam dengan berjihad di jalan-Nya.
“Dia-lah Allah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan dien yang haq, agar dimenangkan-Nya terhadap semua dien. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.” (Qs.al-Fath:28)*
“Orang-orang yang beriman dan berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah, dan itulah orang-orang yang mendapatkan kemenangan.” (Qs.at-Taubah:20)*
Prinsip Ketujuh
Kaum Muslimin dalam satu negara, bahkan di seluruh dunia harus merupakan satu sekutu, satu blok dan satu jama’ah. Sekutu ini adalah sekutu iman dan politik. Apa pun bentuknya yang memisahkan dan mengesampingkan hal ini adalah satu kekufuran dan kesesatan yang amat besar. Sekutu dan blok tersebut harus mempunyai imam tersendiri.
Kepemimpinan dan persatuan bagi ummat Islam sangat penting sekali. Para sahabat Rasulullah saw telah mendahulukan pemilihan khalifah ketimbang mengubur jenazah Rasulullah saw. Dalam satu kesempatan Rasulullah saw bersabda:
“Tidak boleh bagi tiga orang berada di manapun di bumi ini, kecuali memilih salah satu seorang di antara mereka itu sebagai pemimpin.”(Musnad Imam Ahmad, jilid II, hal.177)*
Mu’min dengan mu’min lainnya itu ibarat satu tubuh, jika salah satu anggota tubuhnya ada yang sakit, maka anggota tubuh lainnya ikut merasa sakit. Demikian Rasulullah pernah mengingatkan ummatnya.
Umar bin Khattab pernah berkata, “Tidak ada Islam tanpa jama’ah, tidak ada jama’ah tanpa imamah, tidak ada imamah tanpa ketaatan, dan tidak ada ketaatan tanpa bai’at. Barangsiapa yang keluar dari jama’ah maka ia telah keluar dari Islam.”*
Prinsip Kedelapan
Dalam kondisi kekuasaan politik Islam dan kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia sedang mengalami kehancuran dan kelumpuhan seperti sekarang, maka merupakan kewajiban bagi setiap Muslim untuk cepat-cepat melantik seorang imam yang akan memimpin perjuangan, atau untuk mempersiapkan diri menghadapi peperangan, atau melakukan persiapan yang matang untuk memilih seorang yang akan memimpin mereka. Hal ini merupakan salah satu masalah yang sangat mendesak untuk segera dilaksanakan.
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh-musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya.” (Qs.al-Anfaal:60)
Dalam memperjuangkan kebenaran (al-Islam) diperlukan kesungguhan, sumber daya manusia dengan kuantitas dan kualitas yang memadai, sarana dan prasarana serta pengorganisasian yang rapi. Sayyidina Ali ra pernah mengatakan, “Kejahatan yang terorganisir dapat megalahkan kebenaran yang tidak terorganisir.” Agar perjuangan dapat terorganisir maka diperlukan kepemimpinan, yang manhaj kepemimpinannya berpegang kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Qs.ash-Shaff:4)
Prinsip Kesembilan
Menyertai dan bergabung dengan jama’ah Islam dan imamnya adalah suatu kewajiban besar di dalam Islam. Kewajiban ini secara langsung tidak memberikan peluang untuk mengelakkan diri dari keterlibatannya dengan jama’ah dan imamnya, kecuali dalam kondisi dimana orang-orang Islam tidak mempunyai jama’ah dan imamnya. Maka dalam keadaan seperti itu, seorang Muslim harus memisahkan diri dari perkumpulan sesat dan tetap berpegang kepada yang haq.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim serta Abu Daud, dari Hudzaifah al-Yamani, diriwayatkan sebagai berikut:
Orang-orang yang bertanya pada Rasulullah saw tentang kebaikan, tetapi saya bertanya tentang kejahatan, sebab saya takut akan terlibat dengannya. Saya bertanya: “Wahai Rasulullah, dahulu kita berada dalam masa Jahiliyah dan diliputi oleh suasana kejahatan, lalu Allah mendatangkan pada kita kebaikan ini, maka apakah sesudah kebaikan itu akan ada kejahatan?”
“Ada,” jawab Rasulullah.
“Apakah sesudah kejahatan itu akan ada kebaikan?” Saya bertanya lagi.
Rasulullah menjawab, “Yaitu segolongan ummat yang mengikuti sunnah bukan sunnahku, dan mengikuti petunjuk bukan petunjukku. Kenalilah mereka olehmu, dan cegahlah.”
Saya bertanya lagi, “Kemudian setelah kebaikan tersebut masih adakah kejahatan lagi?”
Rasulullah menjawab, “Masih, yaitu para penda’wah yang menyeru manusia ke pintu neraka. Barangsiapa menyambut seruan mereka, niscaya mereka akan dilemparkan ke dalam neraka.”
Lalu saya bertanya kepada Rasulullah, “Apa yang harus saya lakukan jika saya menghadapi keadaan yang demikian itu?”
Jawab Rasulullah, “Hendaklah kamu teguh pendirian dengan jama’ah Islamiah dan imamahnya.”
“Bagaimana kalau sudah tidak ada lagi jama’ah Islamiah dan imamahnya?” Saya terus bertanya.
Rasulullah menjawab, “Tinggalkan golongan-golongan itu semua, walaupun kamu akan menggigit sebatang pohon kayu, sampai kamu mati dalam keadaan demikian.”
Persoalannya sekarang, apakah bumi yang kita diami ini telah kehilangan jama’ah dan imamnya, sedang Rasulullah saw bersabda:
“Akan selalu ada di kalangan ummatku, satu golongan yang mendukung kebenaran, golongan yang selalu menentang dan membelakangi mereka tidak akan memberikan kemudharatan apa-apa kepada mereka sehingga Hari Kiamat. ”
Imam Ali ra mengatakan, “Tidak akan sunyi bumi ini dari seorang pemimpin yang berdiri untuk Allah dengan hujjah-hujjahnya.”
Prinsip Kesepuluh
Ummat Islam, sebenarnya merupakan satu jama’ah atau satu partai, dan maju mundurnya jama’ah ini tergantung pada pencapaian ilmu, karakteristik, dan komitmen ummat terhadap Islam. Oleh karena itu segenap kaum Muslimin harus terikat pada rencana atau program yang telah disusun. Dan rencana atau program yang disusun secara spontanitas pun harus tunduk kepada kaidah-kaidah yang ketat, dan tidak boleh membelakangi ke arah tercapainya tujuan.
Karakteristik ummat Islam dan jama’ahnya adalah sesuai dengan ayat 36-43 surat Asy-Syura. Karakteristik ummat Islam ialah beriman, bertawakkal, menjauhkan diri dari dosa-dosa kecil maupun besar dan perbuatan keji, mengontrol diri dari marah, menyambut seruan Allah dalam semua hal, mendirikan shalat, berinfaq di jalan Allah dan berlaku adil sesama manusia. Sedangkan ciri-ciri khusus dari jama’ah Islamiah ialah adanya syura dan selalu menentang kezaliman.
Penutup
Kekalahan, keterbelakangan, penindasan dan yang dialami ummat Islam sekarang ini disebabkan adanya perselisihan dan perpecahan yang menimpa ummat Islam dewasa ini. Perpecahan dan perselisihan ummat Islam sekarang ini persoalannya bukanlah terletak pada perlunya pembersihan jiwa dan hati, luwes dan sikap berhati-hati di dalam gerakan, tentang perlunya sikap berlindung, atau perlunya semangat jihad. Ia juga bukan karena perbedaan tentang perlunya penguasaan terhadap seluruh medan perjuangan, juga bukan karena perbedaan perlunya suasana terbuka yang menjamin keamanan da’wah Islamiah. Dan bukan pula karena perbedaan tentang persoalan-persoalan yang dapat memberikan pelayanan kepada orang Islam. Tetapi sumber segala perselisihan dan perpecahan di antara kita ialah karena adanya perbedaan pandangan terhadap persoalan-persoalan dalam Islam yang bersifat prinsipil (badihi). Sehingga banyak dari kalangan ummat Islam sendiri yang melupakan dan mengabaikan prinsip (pokok) dalam Islam.
RESUME BUKU
AL-ISLAM
SA’ID HAWWA
Gema Insani, Jakarta.2004
SA’ID HAWWA
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment